16Feb

TGH. Drs. HM. Rofii Akbar, tegar sampai akhir

Oleh: Dr. Fauzan, M.Pd.

Kali ini tentang Putra Kelayu, yang lahir 1942, dan menetap di Pancor. Saya biasa memanggil beliau Ayah. Beliau TGH Drs Rafii Akbar. Orang yang ikut serta berjuang mendirikan STKIP Hamzanwadi dan IAIH Pancor.

Beliau pekerja keras, memiliki ide-ide besar. Selepas kuliah di Malang, beliau tidak langsung pulang. Beliau membuat sekolah di Pandaan Jawa Timur. Kawan bergaulnya banyak yang menjadi tokoh besar. Sebut misalnya Prof Malik Fajar, mantan menteri pendidikan dan menteri Agama RI. Beliau adalah teman diskusi dari Ayahanda TGH Rafii Akbar semasa di Malang. Tak heran ketika Malik Fajar menjadi menteri agama beliau pernah diminta menjadi kepala kanwil depag NTB. Tapi beliau menjawab, saya pegawai yayasan, saya bukan pegawai negeri, saya memilih berjuang membantu Maulanasyaikh mengembangkan Nahdlatul Wathan.

Banyak anak angkat beliau menjadi orang-orang yang sukses. Beliau seorang motivator, termasuk saya banyak mendapatkan suntikan motivasi dari beliau. Saya sering menginap di lantai dua rumah beliau bersama putra pertamanya, Zainul Mujahid.

Sebagai seorang yang mendampingi perjuangan Maulanasyaikh, banyak sekali ujian yang beliau Terima. Selalu beliau sikapi dengan sabar.

Sekitar tahun 1980an beliau terpilih menjadi anggota DPRD, sebelumnya beliau mengajar di madrasah Aliyah Muallimin, begitu dilantik beliau bawakan Madrasah Aliyah Muallimin sepeda motor baru, ini sementara wakil saya di sini. Masih saat itu sepeda motor dianggap barang mewah, mungkin sekelas mobil, saat ini. Begitu ada perbedaan pandangan Maulanasyaikh dengan partai beliau memilih Maulanasyaikh dan mundur dari keanggotaan di DPRD. Beliau kembali ke kampus dan madrasah mengajar.

Pada suatu ketika, akibat intrik-intrik di dalam oraganisasi, beliau diberhentikan sebagai dekan di IAIH. Saat itu, putra terbesar beliau sudah kuliah di Malang. Tentu saja memerlukan biaya cukup besar. Beliau pernah bercerita kepada saya bagaimana beliau menghadap Maulanasyaikh, menjelaskan duduk soalnya, tapi beliau menerima semua keputusan organisasi. Beliau mengatakan kepada Maulanasyaikh, ” Mamiq kanggo de pecat tiang lekan NW, kanggo de pecat tiang lekan madrasah. Laguk tiang nunas, ndak pecat tiang jeri murid de ( Bapakku, boleh saya dipecat dari NW, boleh saya dipecat dari madrasah, tapi saya mohon, jangan pecat saya sebagai murid) “, setelah mengucapkan itu, Maulanasyaikh memeluk beliau. Biasa beliau memanggil Maulanasyaikh dengan panggilan Mamiq, karena hubungannya yang sangat erat. Dia mengalah, tidak ingin membuat ribut, yang penting Maulanasyaikh mengetahui persoalan yang sebenarnya.

Kemudian beliau merantau ke Brunei Darussalam. Di Brunei, Tuan Guru, teman diskusi Malik Fajar itu, orang besar yang pernah didatangi di rumahnya di Pancor oleh menteri Azwar Anas, menteri Adi Sasono, Gus Dur itu bekerja sebagai pedagang sayur, mendorong gerobak sayur berkeliling. Dia menjalani semuanya dengan penuh kesabaran.

Permata selalu bersinar walaupun di lumpur. Tidak terlalu lama menjual sayur keliling, orang-orang bahkan keluarga kerajaan, tahu bahwa pedagang sayur itu seorang ulama, akhirnya beliau di lingkungan istana menjadi semacam penasehat spiritual. Kegiatan-kegiatan di lingkungan istana beliau diminta memberikan tausiah dan memipin istana.

Saya teringat ketika beliau pulang ke Lombok, beberapa pangeran mengikuti beliau ikut ke Lombok. Saya lihat langsung bagaimana herannya mereka melihat di Pancor, mahasiswa pelajar dan para ustadz bersalaman mencium tangan beliau. Pangeran, kami memanggil keluarga kerajaan Brunei dengan panggilan itu, langsung menelpon keluarga kerajaan di Brunei, ternyata Haji Rofii itu ulama besar di Lombok. Dia orang besar.

Berbagai cara dilakukan untuk meminta beliau kembali ke Brunei, beliau tidak mau. Beberapa kali keluarga kerajaan Brunei ke rumah beliau di Pancor, bahkan pernah keluarga kerajaan, menteri Pertahanan Brunei, menyekolahkan anaknya di Pancor, setamat di Pancor kemudian melanjutkan studi ke Inggris. Saya ingat betapa marahnya Pak Sadir, Bupati Lombok Timur, begitu tahu ada seorang Menteri ke Pancor, dan kita tidak memberi tahu pemerintah daerah. Tapi justru begitu beliau tahu akan disambut dengan sambutan resmi, pak menteri balik ke Brunei, hanya sampai di Bali. Pak menteri mengatakan saya ingin ke Maulanasyaikh sebagai jamaah biasa, bukan sebagai menteri.

Sebaliknya dari Brunei beliau banyak menemani Bapak Drs HM Syubli yang saat itu sebagai sekretaris yayasan. Sempat menjadi pembantu Rektor di Universitas Gunung Rinjani.

Kebahagiaan beliau yang tiada tara adalah beliau kembali bisa dekat dengan Maulanasyaikh, meskipun tanpa jabatan apa-apa. Diakui sebagai murid itu adalah jabatan tertinggi bagi beliau.

Tepat 20 september 1998 jam 8 malam, Tuan Guru yang mengahadapi hidup dengan penuh tantangan itu, Tuan Guru yang banyak berteman dengan orang-orang besar itu menghadap Rabbnya. Putra terbesarnya Dr Zainul Mujahid telah menjadi dosen di Malang, putri-putrinya telah juga sukses.

Seperti dituturkan putrinya, Eni, ” Jadi inget cerita yang gali kuburannya Bapak HM Syubli dan Bapak H Makshum Ahmad di kuburan Gayong, bebepa tahun setelah Ayah meninggal, mereka heran kain kapan almarhum ayah utuh tdk kemakan tanah, mereka bertanya ke rumah apa amalan dari almarhum, kami jawab beliau orang yang sabar dan ikhlas menerima kezoliman orang kepadanya.”

Tinggalkan Komentar