21Feb

Ma’had Al-Qur’an Fityanul Ulum Mengadakan Kuliah Umum Bersama TGH. Abdul Baasith Asdjazzi, Lc., Dpl (Cicit Maulana Syaikh)

Ma’had Al-Qur’an Fityanul Ulum Depok mengadakan kuliah umum yang diisi oleh Cicit Maulana Syaikh, TGM. Abdul Baasith Asdjazzi, Lc., Dpl. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Direktur Ma’had, TGM. Hasan Asy’ari, QH., ME (Sekaligus Ketua PD NWDI Kota Depok) beserta beberapa jajaran NWDI Kota Depok, Ustadz M. Agus Yusron, QH., MA (Wakil Ketua), Ustadz Budi Suhartawan, QH., MA (Bendahara), dan beberapa perwakilan Pengurus Daerah NWDI se-Jakarta, Kota Mataram, Lombok Timur, dan lain-lain.

Turut meramaikan beberapa asatidz di Ma’had Al-Qur’an Fityanul Ulum, beberapa sekolah atau madrasah NWDI di seluruh Indonesia via Zoom Meeting. Kegiatan dimulai dari pukul 09.00 – 11.00 WIB, yang diawali pembacaan ayat suci Al-Qur’an, shalawat Nahdlatain, dan ditutup dengan Doa Pusaka.

Sebelum materi disampaikan, Direktur Ma’had, TGM. Hasan Asy’ari melaporkan kegiatan dan perkembangan Ma’had, diantaranya adalah kegiatan-kegiatan ilmiah yang terus dilakukan; seperti seminar, bedah buku setiap bulan, daurah, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya. Mahasantri di Ma’had juga sudah mulai bernuansa nusantara, karena beberapa diantara mereka ada yang berasal dari Lombok, Jawa Timur, Jawa Barat, Jambi, Tangerang, dan Sulawesi Barat.

Kehadiran Tuan Guru Azzi juga diharapkan menjadi langkah awal mengambil keberkahan dengan selalu melibatkan zurriyat Maulana dalam memotivasi dan mengarahkan para mahasantri dalam belajar. Begitu juga keberkahan dari para masyaikh lainnya.

Intisari Materi TGH. Abdul Baasith Asdjazzi, Lc., Dpl.
Setelah selesai TGM. Hasan Asy’ari menyampaikan pengantar, selanjutnya materi inti disampaikan oleh TGH. Abdul Baasith Asdjazzi, Lc., Dpl. Berikut beberapa poin materi yang disampaikan:

Penamaan Ma’had dengan menyandarkan kata “Al-Qur’an” mengindikasikan fokus pembelajaran pada Ma’had ini adalah pada ilmu-ilmu Al-Qur’an, kemudian selama ada Al-Qur’an di dalamnya, Ma’had ini akan dijaga oleh Allah Swt. beserta semua mahasantrinya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Hijr: 15/9.

Kemudian penamaan Ma’had dengan “Fityanul Ulum” terinspirasi dari salah satu nasyid Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, sebagai bentuk tabarrukan (Statmen tersebut diakui oleh Direktur Ma’had – TGM. Hasan Asy’ari, karena penamaan Fityanul Ulum berdasarkan musyawarah terbatas Pengurus Daerah NWDI Kota Depok; diantaranya adalah TGM. Hasan Asy’ari, QH., ME, M. Agus Yusron, MA., dan Husnul Maab, MA.)

Nahnu Fityanul Ulum, kata “Fityan” yang berarti pemuda disandarkan pada kata “Ulum”, artinya kemuliaan pemuda akan bisa diraih dengan ilmu. (Sesuatu yang disandarkan pada hal mulia, akan menjadi mulia. Sebagaimana kata baitullah, ahlul qur’an, habibullah, dan sejenisnya – pen)

Kulla Yaumin La Nanum, bukan berarti seorang penuntut ilmu tidak boleh tidur, melainkan terus bergerak, tidak merasa puas dengan keilmuan yang ada. Karena setiap langkah dalam menuntut ilmu, akan memberikan kesempatan mendapatkan pengetahuan yang lain. Rasulullah Saw. mengajarkan para sahabat untuk tetap semangat belajar, tetapi tidak melupakan atau mengabaikan kesehatannya.

Amaluna Fauqan Nujum, jangan takut bercita-cita setinggi-tingginya. Para penuntut ilmu harus memiliki cita-cita melebihi tingginya bintang di langit.
Maulana Syaikh tidak melarang anak-cucunya bercita-cita menjadi profesi apapun, asal profesi tersebut bisa memberikan manfaat untuk umat. Apakah menjadi seorang dokter, ulama, guru, atau apapun itu.
Dalam sebuah kesempatan, Maulana Syaikh mengungkapkan:
“Motivasi saya adalah Matahari, aku ingin keluar lebih pagi dari matahari, dan terbenam lebih terlambat dari matahari”.
Maulana Syaikh keluar seperti Matahari untuk mencerahkan umat, tidak menunggu umat. Sehingga murid-murid beliau begitu setia, karena hati dan pikiran mereka sangat tercerahkan oleh pemikiran-pemikiran Maulana Syaikh. Maulana Syaikh mampu memosisikan cita-citanya menjadi orang yang akan terkenang kebaikannya sepanjang sejarah.
اِنَّمَا الْمَرْءُ حَدِيْثٌ بَعْدَهُ فَكُنْ حَدِيْثًا حَسَنًا لِمَنْ وَعَى
Seseorang akan menjadi cerita/sejarah bagi orang sesudahnya, maka tulislah cerita yang baik bagi orang yang memperhatikan sejarah.

Jihaduna lil Muslimin, melawan hawa nafsu dalam belajar adalah jihad sesungguhnya. Penuntut Ilmu harus memiliki ketahanan (resistensi) dalam belajar. Melawan rasa malas, membuang perasaan bosan dalam belajar, meninggalkan kesia-siaan dalam menggunakan waktu, dan konsisten dalam belajar. Ujian yang menimpa seorang penuntut ilmu adalah cara Allah mengangkat derajatnya, sebagaimana para Ulama meminta diuji untuk menaikkan derajatnya di sisi Allah.

Maulana menggunakan kata “al-Muslimin”, agar jihad bisa menjangkau semua golongan, baik sesama Muslim atau dengan komunitas Muslim (termasuk non-Muslim yang hidup berdampingan bersama umat Muslim dengan damai serta penuh kasih sayang).

Pada nasyid tersebut, hanya ada dua paragraf yang berisi motivasi dan ikhtiar dalam menuntut ilmu, selebihnya berupa doa-doa. Sehingga, dalam menuntut ilmu, tidak cukup dengan belajar dan belajar, kemudian melupakan doa kepada Allah dan meminta keridhaan guru dan orang tua. Tekun belajar dan senantiasa mengharap keridhaan Allah, guru dan orang tua menjadi kunci kesuksesan, dan berhak menjadi “Fityanul Ulum”.[]

Tinggalkan Komentar