Oleh: Dr. Fauzan, M.Pd.
Ketika menempuh studi di SMANW Pancor, saya punya guru ke-NW-an, TGH Marjan Umar. Beliau alumni madrasah NWDI Pancor dan Gontor. Beliau sangat fasih menjelaskan perjalanan perjuangan Almagfurlah Maulanasyaikh, amalan-amalan yang beliau anjurkan untuk warga Nahdlatul Wathan dan juga kelebihan-kelebihan Almagfurlah Maulanasyaikh. Pembawaan beliau low profile, tapi kami para siswa sangat segan.
Suatu saat ketika mengajarkan ke-NW-an beliau bercerita, ketika Almagfurlah Maulanasyaikh melaksanakan ibadah haji, rombongan Almagfurlah bertemu dengan rombongan seorang ulama dari Mesir yang diiringi oleh banyak murid-muridnya. Ketika ulama Mesir itu mengetahui bahwa yang di depannya adalah Syaikh Zainuddin yang sering dipuji Syaikh Hasan Mahsyat, spontan ulama Mesir itu diikuti semua muridnya melepas sorbannya, menggelar nya di tanah, dan minta Almagfurlah Maulanasyaikh menginjak sorban-sorban tersebut. Melihat hal itu murid-murid Almagfurlah Maulanasyaikh yang ngiring Maulanasyaikh menjadi sangat terharu, guru mereka sangat dihormati oleh ulama2 dunia. TGH Marjan Umar mengakhiri penjelasannya, dengan menunjuk saya, kakeknya Fauzan ikut dalam rombongan murid Maulanasyaikh, TGH Najmuddin Bermi, beliau bersama murid-murid yang lain menangis melihat betapa gurunya sangat dihormati. Sehingga sering beliau membuka sorbannya dan minta Almagfurlah Maulanasyaikh menginjaknya.
Ketika saya menamatkan pendidikan di Universitas Udayana, mengambil prodi pendidikan Matematika, beliaulah yang pertama menerima saya mengajar di Madrasah Tsanawiyah NW Pancor. Beberapa madrasah tidak bisa menerima, karena di tengah semester. TGH Marjan Umar, sebagai kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah tersebut serta merta menerima, langsung memanggil guru matematika dan memberitahu jamnya dibagi dua. Saya katakan, kalau tidak bisa tidak usah, Mamik. ( Panggilan kehormatan kami di Pancor untuk yang sudah naik haji adalah Mamik, kalau di tempat lain di Lombok panggilan untuk bangsawan). Nggak apa-apa, kata beliau. Kita di sini biasa berbagi, dari pada Ojan nggak jadi ngajar di sini. Papuk Tuan epe laek milu meak madrasah-madrasah sik lek Pancor ine, epe terus ang perjuangan ne. ( Kakekmu dulu yang ikut membuat madrasah-madrasah di Pancor ini, kamu teruskan perjuangannya). Beliau sering menceritakan kepada saya tentang kiprah kakek saya, murid pertama Almagfurlah Maulanasyaikh.
Madrasah Tsanawiyah NW Pancor, yang sekarang menjadi madrasah Tsanawiyah NWDI Pancor, dikenal orang sebagai madrasah Tsanawiyah Mamiq Haji Marjan. Karena beliau lama menjadi kepala Madrasah di sana dan juga, tanah Madrasah Tsanawiyah NWDI Pancor itu semuanya adalah wakaf Haji Umar, ayahanda dari TGH Marjan Umar. Sehingga nama Madrasah itu melekat di nama TGH Marjan Umar, putra Haji Umar.
Beliau pemimpin yang sangat ramah tetapi sangat disegani guru dan siswa. Kalau beliau berdiri di ujung lorong Madrasah, tepat di depan kantor Madrasah, tidak ada yang berani keluar kelas, saya juga heran entah wirid mana dari wirid Almagfurlah Maulanasyaikh yang beliau amalkan. Padahal beliau ramah, kalau manggil saya dengan panggilan Ojan, panggilan masa kecil saya. Biasanya orang yang ramah tidak membuat orang segan menyapa, tapi beliau berbeda.
Setelah setahun menjadi guru beliau mempercayakan saya sebagai wakamad Kurikulum. Banyak tugas-tugas penting beliau percayakan, kalimat beliau yang masih saya ingat adalah, sik ngene jek Ojan doang beu isik ne nyelesaiang ie. ( kalau yang begini Fauzan aja yang bisa selesaikan). Beliau nggak pernah menyebut jabatan saya, lebih sering menyapa dengan nama kecil saya. Dan saya merasakan kedekatan dari cara menyapa tersebut.
Seingat saya Lalu Gde Syamsul Mujahidin dan Lalu Gde Muhammad Zainuddin Astani yang sekarang menjadi tokoh-tokoh terpenting di Anjani adalah alumni Madrasah Tsanawiyah ini. TGH Marjan Umar juga yang dipercayakan Almagfurlah Maulanasyaikh menyimak bacaan Al-Quran RTGB LM Zainuddin Astani ketika mengkhatamkan Al Quran di depan Maulanasyaikh di Gedeng Desa di Bermi.
TGH Marjan Umar juga tipe pemimpin yang sangat care, perhatian, kepada orang-orang yang dipimpinnya. Beliau sangat senang ketika tahu saya menaikkan honor pengawas dan korektor semester sampai honor untuk kami panitia inti lebih sedikit. Ketika beliau menanyakan hal ini saya jawab mereka lebih capek dari kita, Mamik. O bagus wah mun ngeno pendapat, Ojan. Saya tidak menduga setelah selesai semester dan tinggal pembagian raport, beliau memanggil saya, sambil menyodorkan amplop beliau mengatakan, pakai untuk belanja di rumah. Saya lihat amplopnya tebal, napi niki Mamik. Untuk Ojan, bawa dah. Di rumah saya buka,, isinya hampir empat kali lipat honor saya setiap bulan. Beliau juga kalau panen pasti menyuruh orang membawakan saya beras ke rumah, dengan jumlah yang cukup banyak. Tanpa siapapun tahu, hanya beliau dan saya yang tahu.
Setelah selesai akreditasi, dan Madrasah Tsanawiyah NW Pancor terakreditasi, saya dipindah menjadi guru di Muallimat Aliyah NW Pancor. Tapi hubungan saya tetap sangat baik dengan beliau. Juga dengan anak-anak beliau, Pak Guru Drs Haji Umarul Faruq, M. Pd. dan semua saudaranya.
TGH Marjan Umar adalah salah satu kepala Madrasah yang selalu sukses di manapun beliau ditugaskan. Pasti banyak para pembaca pernah menjadi murid beliau.