30Jul

BERSYUKUR, DI TENGAH MUSIBAH

(Hakikat dan Pelajaran Kehidupan)

Oleh: Abah_Rosela_Naelal_Wafa

Memang akhir-akhir ini kalimat yang paling sering kita dengar ialah ucapan istirja’ إنا لله و إنا إليه راجعون . Itulah satu ikrar penyadar diri, bahwa kita ini berasal dari Allah dan hanya kembali kepada-Nya.

Demikian kalimat pembuka sambutan syekhona TGB Dr. KH. Muhammad Zainul Majdi, MA. pada acara Hiziban Akbar, dalam rangka zikir dan doa untuk hari ke-5 wafatnya salah satu kader terbaik NWDI, yakni almarhum Bapak H.M. Husni Muaz. MA., Ph.D.

Apa yang disampaikan cucu Pahlawan Nasional asal NTB tersebut, sangat benar adanya di tengah rundungan pandemi saat ini.

Bayangkan saja, untuk setingkat NTB (apalagi skala Nasional) sudah berapa banyak tokoh-tokoh kita (belum lagi rakyat biasa) yang mendahului. Sudah puluhan tokoh terbaik daerah ini yang wafat di bulan Juli, baik karena Covid-19 atau oleh sebab penyakit lain.

Sebut saja di antara mereka itu yakni Bang Zainul Aidi (KAHMI NTB); Bapak H.M. Husni Muadz, MA., Ph.D. (Dosen UNRAM); Bapak Malik Salim (Petinggi Newmont); Bapak H. Umar bin H. Abu Bakar Husein (Mantan Wakil Wali Kota Bima); Bapak H.L. Wiramaya (Tokoh Pendidikan); dan ada juga Datu Jatadi (Tokoh KLU), dan masih banyak lagi lainnya.

Namun, meski musibah beruntun dan pandemi juga belum mereda, jangan sampai kita lupa hakikat kehidupan ini dan tak peka mengambil pelajaran. Kalau dalam penjelasan syekhona TGB, bahwa hidup ini hakikatnya ialah adanya ujian dan cobaan. Dari ujian dan cobaan itu kita mengambil pelajaran atau hikmah untuk semakin dekat kepada Allah.

Kesadaran akan hakikat dan cerdas mengambil hikmah dalam setiap kejadian, adalah perkara penting. Dengannya, optimisme bisa tumbuh dan tidak dirundung kesedihan berkepanjangan. Pandangan ini, yang diuraikan dalam ayat berikut, yakni:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Menurut penjelasan syekhona TGB, ayat 155 surah al-Baqarah tadi diawali dengan “wawu qosam” (sumpah) adalah sebagai tanda penegasan, bahwa bagaimanapun banyaknya cobaan dan musibah yang datang dalam kehidupan ini, masih jauh lebih banyak nikmat-karunia Allah yang kita rasakan.

Bahkan, selain ayat tersebut diawali dengan “sumpah”, penyebutan ujian atau musibah dengan kalimat Arab “syaiun” (sesuatu yang sedikit), juga sebagai pelambang bahwa kalamullah ini adalah تبعث على الشكر (menumbuhkan atau mendorong kesyukuran).

Lantas bagaimana cara kita menjaga kesyukuran di tengah musibah?

Pertama, menjaga kesyukuran bagi sahabat dan rekan seperjuangan kita seperti Bapak H.M. Husni Muaz yang orang baik, diyakini oleh syekhona TGB, wafatnya sebagai ajang beliau beristirahat. Sebab, ada satu riwayat mengatakan الموت راحة المؤمن (maut adalah saat istirahatnya orang mukmin).

Almarhum Abah Husni sedang beristirahat dari 1001 kekhawatiran dalam kehidupan. Apalagi di suasana pandemi saat ini. Hampir setiap hari kita dengar berita ada orang wafat dan orang sakit.

Namun, “Insyaallah almarhum berada dalam ‘raudah min riadil jinan’, bagian dari taman-taman surga. Karena, semua kita bersaksi almarhum adalah orang baik.” Kata Syekhona Tuan Guru Bajang.

Kedua, adapun cara bersyukur bagi kita yang masih hidup ialah dengan mengambil hikmah dan pelajaran dari musibah ini.

Pelajaran seperti apa? Satu, memperbaiki diri dan semakin sadar serta “pacu” (mengerjakan yang baik dan meninggalkan perbuatan buruk). كفى بالموت واعظة (cukup kematian sebagai pelajaran). Dua, كل من عليها فان hidup ini tentang pergiliran atau pergantian (regenerasi), tak ada yang abadi.

“Regenrasi mengharuskan adanya kaderisasi, maka sebagai warga Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyyah (NWDI) mari kita bangun regenerasi yang baik. Jangan gantungkan semua urusan kepada satu atau dua orang.” Pesan syekhona TGB.

Bahkan beliau menekankan, “Perjuangan itu tidak melekat pada satu individu. Tetapi, perjuangan itu hidup sebagai ide dan gagasan pada kita semua.”

Dalam konteks ini, syekhona TGB mempersaksikan bahwa Abah Husni sangat konsen membentuk satu regenerasi yang sehat dan aktif melalui ide-ide dan gagasannya, salah satu berupa “Sekolah Perjumpaan”. Karena itu, yang terpenting bagi murid dan penerus almarhum selain mendoakannya, ialah meneruskan ide, gagasan dan perjuangannya.

Ketiga, selain bersyukur, musibah juga harus menjadi iktibar (mengambil pelajaran). Kata syekhona TGB, pelajaran penting dari almarhum Abah Muaz untuk kita, ialah meneladani karakter yang suka istima’ (mendengar) dan menenangkan, serta pandai menempatkan diri.

Bagi kita para kader nahdiliyin, bukan tipe kita untuk jumawa, memberontak, tidak menenangkan, melawan Pemerintah, mencerca apalagi menertawakan orang lain. Justru, kita mesti menjadi contoh dan teladan bagi yang lain.

“Kalau kita yang menjadi tokoh-tokoh, pengurus organisasi, atau orang yang masih didengar, namun tidak pandai memberi keteladanan yang baik, jangan harap masyarakat kita akan melakukan hal-hal yang baik.” Tutup syekhona TGB.

Walhasil, syekhona Tuan Guru Bajang sendiri, juga mencontohkan sikap dan etika kepatuhan terhadap himbauan Pemerintah, berupa menjalankan protokol kesehatan Covid-19 ini. Tujuan beliau hanya satu, supaya kita sehat dan segera keluar dari rundungan pandemi ini.

“Jaga kesehatan, perjuangan kita masih panjang.” Penutup kalimat syekhona yang demikian menyentuh hati penulis.

Wa Allah A’lam!

Bilekere, 30 Juli 2021 M.

*#StafPengajardiPPSelaparang

SekretarisPCNWDIKediri

Leave a reply