Muhammad Haramain
Perwakilan PW NWDI Sulawesi Selatan
Organisasi NWDI dan NW itu seperti sepasang sayap, kata Syaikh TGB Dr KH. M. Zainul Majdi, MA. Keduanya dikepakkan dengan harmonis, tanpa berbenturan satu sama lain. Jika dengan organisasi lain yang jauh saja kita bisa berkolaborasi sinergis, apalagi dengan yang dekat, lanjutnya.
Sebagai abituren, saya biasanya memperhatikan, apakah ada bagian diksi taujih Syaikh TGB yang menyudutkan (ber-ghibah) dengan kejelekan organisasi lain. Tidak pernah sekalipun. Bahkan pada pertemuan yang sangat privat, seperti ramah tamah bersama perwakilan PW NWDI Se-Indonesia (31/1), tidak ada satupun kata yang keluar dari lisan beliau untuk mencederai zurriyat atau jama’ah NW.
Pasca muktamar I NWDI, setidaknya bisa dibangun satu kesepahaman, NWDI lebih percaya diri melangkah ke depan, the show must go on. Perjuangan pun tetap dilanjutkan. Jika masih ada cara yang baik untuk membangun, kenapa harus menggunakan cara menyakiti atau menghancurkan.
Saya jadi teringat mahfuzhot Arab yang artinya; kapankah akan berdiri tegak sebuah bangunan, jika engkau berusaha membangunnya dan selainmu malah tak henti menghancurkannya? Pada ikhtiar membangun Indonesia maju, khidmat pada umat, setidaknya bisa dicerna pikiran sederhana Syaikh TGB, agar jama’ah tetap bekerja dan bekerja tanpa henti untuk maslahat.
NWDI pasca muktamar perdananya, ibarat pesawat, tak memiliki persneleng mundur. Hanya bisanya maju ke depan. Begitupun Syaikh TGB yang sangat optimis dengan NWDI, persis seperti kakeknya al-Magfurlah dahulu, perjuangan organisasi itu akan bergerak, dengan laju progresif, selagi masih ada syubban (anak-anak muda) yang penuh dedikasi dan semangat menyertainya. Maka dapat dicermati, embrio musholla al-Mujahidin 1934 yang bertansformasi ke Madrasah NWDI 1937 menjadi pijakan sejarah, roda organisasi otu harus senantiasa bergerak maju ke depan, pantang mundur ke belakang.
Sudah barang tentu, laju organisasi bak sebuah pesawat pun membutuhkan fase menge-rem dan ber-manuver. Para tokoh senior adalah panutan untuk selalu hadir mengingatkan ada saatnya menge-rem. Dan para pemimpin kita pun harus jago bermanuver. Pada level ini, terlihat betapa urgen-nya kita berjam’iyyah (berorganisasi), untuk mendapatkan keberkahan dan kemanfaatan bersama.
Dus, Seluruh unsur organisasi NWDI harus bergerak dengan mekanisme organik, bukan mekanisme mekanik. Mekanisme organik, artinya, pengurus harus bekerja secara alamiah-progresif sesuai kapasitasnya. Bekerja untuk kemaslahatan organisasi, ummat dan bangsa, tanpa harus menunggu komando. Karena, jam’iyyah ini bukanlah berbasis mekanisme mekanik, seperti mesin, yang hanya mengandalkan atau bergantung pada perangkat satu dan lainnya. Semua perangkat dapat bergerak dinamis-sinergis.
Semoga Allah swt senantiasa merahmati dan memberkahi perjuangan para rijal (pemimpin) NWDI dalam men-tradisi-kan segala ikhtiar kebaikan. Sebagaimana bait do’a pusaka;
Wahdiyan rijaalaha ‘alas sunan..
Makassar, 1 Februari 2022