14Feb

“Kyai Sinarep Udin, orang besar yang bersembunyi di balik kesederhanaannya”.

Oleh: Dr. Fauzan, M.Pd.

Tahun 1959, tepatnya 31 Januari 1959, Almagfurlah Maulanasyaikh memanggil pulang seorang anak Lombok Timur, dari pondok pesantren Kulliyatul Mu’allim Madiun.

Ustadz Sinarep Udin, nama anak Pancor Lombok Timur ini memang nyantri di Ponpes Kulliyatul Mu’allim Madiun, tapi sudah menyelesaikan studi, tetapi tidak boleh pulang, harus mengganti Kiayi yang sering ke luar daerah, meninggalkan Pondok.

KH Turmuzi nama Kiayi nya, dikenal sebagai guru para jenderal AM. Jenderal Amir Moertono, mantan ketua Umum DPP Golkar zaman pak Harto, Jenderal Amir Machmud mantan mendagri dan Jenderal Andi M Yusuf mantan Panglima ABRI.

Ustadz Sinarep Udin ini karena bertugas menggantikan KH Turmuzi maka sehari-hari dipanggil Kiayi. Dan panggilan ini bukan sembarang panggilan, tak kurang dari Prof Dr KH Kahar Muzakkar mantan rektor UII Yogyakarta sering mencari Kiayi Sinarep Udin ke Madiun sekedar untuk berdiskusi tentang ilmu maupun hal-hal lainnya.

Tapi kemudian Januari 1959 di Lombok, terjadi kekosongan Sekretaris Jenderal PBNW, maka Maulanasyaikh memanggil pulang Kiayi Sinarep Udin. Karena almagfurullah yang memanggil, KH Turmuzi walaupun berat hati, melepaskan Kiayi mudanya.

Saking dekatnya hubungan KH Turmuzi dengan Abu Sinarep ini, beberapa saat setelah pulang ke Lombok, Kiayi Turmuzi ke Pancor menjenguk Ustadz Sinarep Udin. Secara pribadi saya memanggil Kiayi Sinarep atau Ustadz Sinarep dengan Abu, Abu Sinarep Udin, karena masih memiliki hubungan keluarga dengan kakek saya di Bermi. Ustadz Abu Sinarep Udin ini adik kandung dari TGH Dahmuruddin Mursyid, atau paman dari Dr TGH Salimul Jihad.

Abu Sinarep pernah bercerita langsung kepada saya, ketika Kiayi nya datang, kebetulan di Pancor dia tinggal di emper belakang Madrasah Mu’allimat Aliyah NW Pancor, dan Kiayi nya ngotot tidak mau menginap di tempat lain, padahal Kiayi nya ini guru para Jenderal AM, orang penting di Jakarta. Malam-malam Abu Sinarep mendengar suara isak tangis. Dia mengintip ternyata Kiayi H Turmuzi sedang shalat malam, terisak, menangis, mengatakan, ya Allah kalau ku tahu dia akan mendapatkan tempat di emperan seperti ini, aku tidak akan menginginkannya pulang ya Allah.

Ya, ini adalah gambaran sayang KH Turmuzi kepada Kiayi penggantinya di Pondok Pesantren Kulliyatul Mu’allim Madiun. Seorang berilmu, yang sangat santun dan merendahkan diri, sehingga kalau tidak kenal lama, kita tidak tahu kalau beliau berilmu, bahkan sekelas Prof. Dr. KH Kahar Muzakkar mantan rektor UII Yogyakarta kerap mencarinya ke Madiun hanya untuk berdiskusi dengan beliau.

Siapakah KH Turmuzi? Dia Kiayi yang sangat berpengaruh di Jakarta saat itu, terutama di kalangan elit militer, beliau guru dari petinggi militer. Dialah yang secara langsung mengajak Almagfurullah Maulanasyaikh saat itu masuk Golkar untuk menghargai peran pak Harto menghilangkan PKI dari bumi Indonesia.

Tepat 31 Januari 1959 Ustadz Abu Sinarep menjadi sekjen PBNW. Maulanasyaikh juga mempercayakan beliau menjadi bendahara di yayasan pendidikan di Pancor. Ustadz Abu Sinarep pernah bercerita kepada saya, setiap awal tahun Maulanasyaikh pasti memanggilnya khusus untuk menanyakan apakah gaji guru negeri naik. Kalau naik, naikkan juga gaji guru di madrasah-madrasah. Hal luar biasa yang tidak bisa diikuti oleh madrasah kita saat ini.

Kemudian ketika tokoh-tokoh Pancor memintanya menjadi kepala Desa di Pancor, dan Maulanasyaikh memanggilnya untuk menerima tugas itu, jadilah beliau kepala Desa Pancor tahun 1979. Dari sana kemudian beliau diangkat sebagai pegawai negeri. Ditugaskan sebagai pengawas Pembangunan di Pemda Lombok Timur. Sampai pensiun. Selama jadi pengawas pembangunan tidak sedikit beliau perintahkan bangunan yang tidak sesuai gampar atau spek, supaya dibongkar kembali. Sehingga sering dibawakan kunci mobil, yang penting tidak dibongkar, beliau tidak pernah mau kompromi.

Suatu saat teman-teman sekantor sengaja membuat acara di rumah Abu Sinarep, mereka menduga beliau pura-pura jujur, pasti diam-diam barang-barang mahal disimpan di rumahnya. Ternyata tidak ada, beliau secara harta benda, miskin. Saya pun kerap membonceng nya pulang ketika setelah pensiun 1991, mengabdikan diri di STKIP HAMZANWADI Selong.

Orang besar itu lebih sering jalan kaki dari rumahnya di Balwo Pancor, ke STKIP HAMZANWADI, sering ditawari naik sepeda motor atau mobil, tapi beliau menolak. Mungkin karena keluarga sehingga beliau menerima kalau saya yang tawari naik sepeda motor tua saya.

Orang tua yang ramah rendah hati dan sangat sederhanasederhana, dipanggil Allah tahun 1006. Kepintarannya yang paling pintar adalah menyembunyikan kepintarannya. Orang besar yang bersembunyi dibalik kesederhanaan, sampai akhir hayatnya.

Leave a reply