24Mar

Suka Cita Menyambut NWDI

By: TGH. Hasanain Juaini, Lc., MH.

Bismillahirrahmanirrahim
Bismillahi Wabihamdihi
Assalamu’alaikum Warohamtullahi Wabarakatuh

Entah berapa kali saya terpojok oleh pertanyaan: “Kapan NW Islah?” dan jawaban penuh optimis saya tidak pernah terasa memuaskan penanya. Akhirnya saya gunakan kalimat pamungkas:
” Jika saya tahu caranya, pastilah sudah saya eksekusi”. Demikian terus bertahun sampai puluh tahun.

Ok. Apa yang membuat saya optimis?
PERTAMA karena Wasiat Maulana As-Syaikh (sekalipun tidak harus persis hitungan day-by-day bahwa perpecahan ini berkisar 20 tahun.

KEDUA: Saya haqqul yaqin bahwa TGB. Muhammad Zainul Majdi memang sungguh-sungguh mencari kebaikan.

Saya teringat cerita Buya Hamka, suatu hari beliau dihantam cerita buruk oleh seseorang yang katanya baru pulang dari Negeri Muslim dan ternyata orang itu menemukan ada WTSnya. Buya hamka spontan menjawab: “saya juga beberapa waktu lalu sudah ke New York dan Los Angeles, tapi saya tidak menemukan WTS.”

Mengapa bisa begitu? Tanya Si orang itu. Buya Hamka dengan santai menjawab: ” Kita akan selalu dipertemukan dengan apa yang kita cari”.

Sepanjang mendampingi beliau, topik / tema pertemuan paling sering dilakukan oleh Pengurus adalah untuk mencari JALAN ISLAH. Islah yang terbaik bagi semua pihak. Tidak pernah terlupa selalu ada pesan khusus agar KITA semua memanfaatkan semua kesempatan yang muncul untuk merajut dan mengusahakan ISLAH.

Nyaris semua usul dari pihak manapun selalu dibahas dan bila menemukan kesepakatan langsung dilaksanakan. Namun hasilnya seperti yang kita semua tahu, NIHIL. Menyedihkan. Kalau sudah begini, serasa kepala membentur tembok ” Duh mengapa susah sekali mencari kebaikan ?”

Terus terang, usulan paling sering dan selain logis, juga sangat mudah menjalankannya, yaitu menambah nama NW, misalnya dengan nama NW Anjani dan NW Pancor atau cukup salah satu saja yang merubah.

Opps! Tidak bisa. Ini urusan brand, keterkaitan Sejarah dan berbagai unsur berkonotasi hukum dan mungkin juga berkah. Orang Sasak mengenalnya dengan sesenggak LEMPOT INAK ( Kain Gendongan Ibu ); melepaskannya dengan sengaja adalah mengalah yang tidak pada tempatnya, sebab berarti dengan rela berhenti ber-ibu.

Subhanallah wal-hamdulillah…!
Memang benar ” Jika baik yang dicari, maka baiklah yang akan ketemu”. Ternyata selama ini tertutup mata melihat hutan hanya oleh selembar daun. Bukankah “LEMPOT INAK” tidak harus berjumlah satu? Atau malah selalu lebih dari satu. Jika terhalang pakai yang ini, masih bisa pakai yang itu.

Tiba-tiba, Hari Senin 22 Maret 2021 / berteptan dengan 8 Sya’ban 1442 H. TGB meminta musyawarah dan kali ini kembali dengan topik paling menyedihkan “Usaha Islah”.

Seperti saya singgung sebelumnya, tak tergambarkan bagaimana kesungguhan TGB mencari jalan Islah dan akhirnya keluar usul: ” Alhamdulillah, kita masih tetap bisa beribadah dan berjuang tanpa perpecahan lagi dengan menggunakan nama yang juga merupakan buah Mujahadah TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid yaitu NWDI. Ini adalah nama wadah yang mula-mula digunakan Maulana As-Syaikh untuk mengorganisir Madrasah-madrasah, Majlislis Dakwah dan Pendidikan yang menanung dibawah asuhan beliau. NWDI tentulah LEMPOT INAK juga.

Jadi, seperti wasiat Maulana As-Syaikh, perpecahan terjadi kira-kira dua-puluhan tahun. Tapi… yang mengherankan, mengapa semua mata dan hati tertutup selama ini dan tidak melihat nama NWDI yang justru PASTI disebutkan dalam rentetan do’a paling awal dari hizib Nahdlatul Wathan:

اللّهُمَّ يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ بِسِرِّ كُنْ فَيَكُوْنُ عَمِّرْ نَهْضَةَ الْوَطَنِ الدِّيْنِيَّةِ الْإِسْلاَمِيَّةِ عَلَى مَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ والْجَمَاعَةِ الي يوم الدين

” Ya Allah yang Maha Hidup dan Abadi… Kami mohon dengan rahasia Kun Fayakuun makmurkanlah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyyah (NWDI) agar tetap dalam Mazhab Ahlussunnah Wal-Jamaah, sampai Hari Kiamat “

Seandainyapun TIDAK DIBUAT Akta Kesepakatan yang berisikan: bahwa (1) kedua pengurus NW dan NWDI memiliki kesetaraan dalam meneruskan perjuangan Maulana Syekh. (2) Saling membantu (3) untuk sekolah, madrasah, majelis taklim, panti asuhan, dan seluruh amal usaha NW memiliki kebebasan untuk memilih menginduk kemana, apakah ke NW atau NWDI. (4) Tidak boleh ada intimidasi, persekusi, bullying, pengaduan ataupun laporan apapun terkait satu dengan yang lain… Tidaklah mengurangi dahsyatnya JALAN DAMAI yang ditemukan ini, sebab Maulana As-Syaikh menandaskan bahwa: NW itu Hizib-(nya). Oleh karena kedua belah pihak tetap akan mengamalkan HIZIB, maka NW dan NWDI ini adalah sama saja. Satu belaka. Seperti satu keping mata uang.

Ingatkah kita pada lembaran Kitab Dalaailul Khairat, karangan Imam Al-Jazuuly, disana dimuat ada 201 nama Rasulullah s.a.w., bahkan Surah-surah Al-Qur’an kebanyakan mempunyai nama lebih dari satu. Tentu saja yang paling dekat dengan urat leher kita adalah Allah yang memiliki 99 Asmaul Husna. Jadi???

Memang lucu juga, peraturan Hukum Kita yang membolehkan dua buah nama atau lebih asalkan ada beda tulisannya, sekalipun denotasinya sama. ha ha ha.

NW dan NWDI, selamat ber-Fastabiqul Khairat. Allah Azza Wa Jalla adalah penguasa dan pemilik rencana mana diantara keduanya yang akan dilestarikan sesuai keridloannya. Tentunya dalam hal ini terpulang kepada kedua belah pihak, mana yang menepati janji dan mana yang mengingkari. Sejarah memang telah mengajarkan dimana si ingkar janji selalu saja dicampakkan.

Masih tinggal satu hal, mungkin terdengar remeh-temeh tapi coba renungkan. Itulah sebuah kalimat yang beredar di-tengah kesibukan media yang merilis berita ini. Kalimat itu berbunyi:

” Ini jalan terbaik saat ini, semoga Alloh memberi Ridho-Nya,”

Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, yang telah memberiku sedikit kesempatan untuk berbakti kepada Zurriyat Maulana As-Syaikh, Guru ayahku, sambungan sanad ilmu Din-ku.
Semoga barokah-lah hidupku ini. Amiin

Wallahul Muwaffiqu Wal Haadi Ilaa Sabiilirrosyaad
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tinggalkan Komentar