26Jul

Bagaimana Sih Cara Menjadi Percaya Diri?

Semestinya setiap kita harus menerima diri kita sendiri apa adanya. Namun sayangnya kita kadang (bahkan sering) mengukur diri kita dengan orang lain yang lebih sukses dan berhasil. Padahal rumus mengukur diri itu harusnya dengan yang seukuran dengan kita, atau bahasa kerennya harus aple to aple. Jika kita mengukur diri kita dengan mereka yang lebih, kita sudah mengalami suatu bentuk “kecacatan logika”, sebab mengukur diri dengan yang lebih itu tidaklah benar, dan lagipula ini hanya akan memberikan beban psikologis bagi pelakunya. 

Yang terpenting bagi mereka yang belum pede adalah ikhlas terhadap kekurangannya, ikhlas jika suatu saat akan dicela oleh orang, hingga kemudian malu. Namun sebenarnya persoalan dicela itu bukan sesuatu yang perlu dipikirkan, apalagi dikhawatiran. Kenapa? Karena mencela itu adalah respon manusia yang sama sekali tidak bisa kita kontrol. Orang bijak bilang, bahwa orang yang menghawatirkan respon di luar dirinya itu konyol, terkhusus respon manusia. Sehingga jangan risau dengan respon (dan komentar buruk). Tugas kita hanya berproses, bukan mengkhawatirkan komentar orang lain.

Manusia adanya memang tak sempurna. Ia harus berproses dan harus ikhlas jika ada yang mengujinya. Manusia yang tidak ikhlas, tidak akan berkembang. Fokuslah pada tujuan untuk bisa berkembang. Mulailah melatih diri, emosi, rasa, dan yang paling penting mengenal diri, supaya bijak dalam menilai diri sendiri. Tak perlu takut dicela jika memang kemampuan kita segitu. Kadang juga orang salah dalam menilai kita karena menilai kita dengan logika yang salah.

Dalam pandangan sufistik, sebenarnya orang yang tidak pede adalah orang yang masih menaruh manusia di dalam hatinya. Dalam arti, melihat manusia lebih sukses membuat kita minder (insecure). Melihat mereka gagal, membuat kita sombong. Sehingga penting mengosongkan hati kita dari manusia. Mengisi hati dengan Allah-lah yang lebih baik. Karena kita secara otomatis akan memandang manusia sama saja di depan Allah. Kita sama sedang berproses. Dan yang terpenting adalah ikhlas menjalani proses itu. Karena akan banyak ujian mental di jalan itu.

Ingat, jika Tuhan tak butuh waktu untuk menciptakan sesuatu (cukup kata “kun” maka jadilah), maka manusia sangat terikat oleh waktu dan karenanya harus menghormati waktu itu, yaitu dengan terus berproses dan mengikuti jalan serta ujian mental proses itu.

Jalani saja, dan uji mental itu layaknya menyepuh emas dan berlian hingga menjadi barang yang berharga.

Artikel ini dutulis oleh Baiq Hurni Hayati dan telah diterbitkan pertama kali oleh Syekh Zainuddin Institute

Tinggalkan Komentar