Anggota Majelis Hukama Muslimin sekaligus Ketua Umum PB NWDI TGB Dr HM Zainul Majdi menyampaikan dokumen Abu Dhabi menekankan hubungan kemanusiaan dari toleransi kepada kolaborasi. Dokumen ini disepakati Grand Syeikh Al Azhar dan Paus di Vatikan.
“Penekanan dari dokumen ini dari toleransi kepada kolaborasi,” katanya di Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya, Rabu (25/1/2023).
Dijelaskan Ketua Harian Nasional Partai Perindo ini, Grand Syeikh Al Azhar saat itu melihat landskap di Mesir hubungan dengan Gereja Koptik. Disebutkan, orang ramai bicara toleransi.
“Tanpa sadar, masing-masing pihak membanggakan khazanahnya. Dirinya bilang paling toleran, ” bebernya.
Dokumen Abu Dhabi ini, tegas Doktor Ahli Tafsir Alquran ini, membangun kerja sama kongkrit tentang kemanusiaan, kemiskinan, perempuan, dan anak. Antar umat beragama berjumpa bukan hanya tokoh saja.
“Para tokoh ini sudah bersahabat. Perlu anak muda sebagai pembentuk bangsa ini ke depan, ” urainya.
Lebih lanjut, para pemuda turut bekerja sama menyelesaikan masalah di Indonesia. Mulai masalah kemiskinan, kesenjangan sosial, sampai keadilan.
“Memperbanyak perjumpaan, bukan hanya berada di kamar (agama) masing-masing untuk membangun Indonesia, ” tandasnya.
Seminar nasional dokumen Abu Dhabi dengan rema Persaudaraan Sejati untuk Gerakan Bersama Mengatasi Masalah Kemanusiaan turut dihadiri Sekretaris Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan KWI (HKKWI) Romo Agustinus Heri Wibowo, Ketua Lakpesdam PBNU H Ulil Absar Abdalla, Sangha Trevada Indonesia Bhikku Dhamasubo Mahatera, Direktur Eksekutif Maarif Institute Abd Rohim Ghazali, dan Direktur Program Maarif Institute Moh Shofan.
Ulil melanjutkan, informasi di akar rumput dokumen Abu Dhabi belum banyak diketahui, tapi dokumen yang dikeluarkan 2019 ini cukup viral.
Dikatakan, ia menilai Indonesia lebih maju langkahnya ketimbang dokumen Abu Dhabi, upaya ini sudah dilakukan oleh Gus Dur, Romo Mangun, Romo Magnis.
“Secara substabsi, sudah berjalan di Indonesia. Dari sisi publisitas kalah oleh dokumen ini, ” katanya.
Sangha Trevada Indonesia Bhikku Dhamasubo Mahatera menambahkan, mengacu pada budaya lama mengenai hubungan antar umat beragama, tak hanya cerita tanpa rasa, janji tanpa bukti. Indonesia sudah bicara data dan fakta.
“Membangun nusantara yang indah sejak 200 sebelum masehi, ” katanya.
Untuk Indonesia ke depan, ia mengibaratkan seperti panah semakin ditarik ke belakang, lari busur semakin kencang.
“Bicara Indonesia ditarik lagi ke belakang, niat awal mendirikan Indonesia,” tegasnya. (*)