NWDI Notes (18)
Oleh: Abah_Rosela_Naelal_Wafa
Semarak Muktamar Ke-1 NWDI di Pancor Lombok Timur NTB menggema lebih dari dua pekan. Para peserta dan peninjau Muktamar datang ke arena dengan semangat, ghirah dan wajah yang merona. Rasa bahagia menyelimuti Muktamirin dan Muktamirat.
Menariknya, pada saat pembukaan dan selama berlangsungnya Muktamar, kita mendapati perihal spesial. Ia spesial karena tumben terjadi, atau diucap pada momen penting, dan atau menjadi benang merah terhadap apa yang menjadi asumsi liar banyak orang.
Mana saja perihal spesial saat muktamar versi saya yang bisa dimuat?
Pertama, di awal pidato sambutannya pada acara pembukaan Muktamar Ke-1 NWDI di Pancor Lombok Timur NTB, Syekhona TGB. Dr. KH. Muhammad Zainul Majdi menyebut kedua umminya dalam penghormatan dan doa.
“Yang saya hormati dan muliakan Uminda Ustazah Hj. Siti Rauhun Zainuddin Abdul Madjid semoga beliau senantiasa disehatkan dan dipanjangkan umurnya. Bersama beliau Ustazah Hj. Siti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid.” Ucapnya.
Penyebutan nama Ummi Siti Raihanun oleh orang sekelas Syekhona TGB tidak bisa dianggap biasa-biasa saja, apalagi dianggap sepele atau angin lalu. Pada penyebutan nama itu, ada pesan dan keteladanan yang diajarkan beliau kepada jemaah Nahdliyyin.
Saya sendiri menangkap pesan pada penyebutan nama itu, bahwa menghormati dua permata Maulana Syekh harus dikedepankan dan dijunjung, meski kita berjuang pada kendaraan masing-masing, yang sudah dilegalkan negara.
“Baca olehmu surat waqi’ah
Tilawahnya jangan engkau ubah
Rauhun Raihanun jangan dipisah
Seperti ayat dalam waqi’ah.” Demikian bait lagu berjudul Surat Waqiah.
Kemudian yang menarik juga dari penyebutan ini, nama bibiknya dilengkapi gelar ustazah. Tidak sekadar “Ummi Hj. Siti Raihanun”. Penyebutan nama dalam takzim dan penuh penghormatan. Sebuah keteladanan tingkat tinggi. Diucap Syekhona TGB dengan ikhlas dan tanpa beban, atau dipaksakan untuk -sekedar- mencari simpati.
Meskipun menyebut dan mendoakan bibiknya, bukan hal baru dan kali pertama bagi Syekhona TGB di Pancor, tapi momen Muktamar Perdana ini menjadikannya begitu spesial. Siarannya menasional dan disaksikan pemimpin dan para petinggi negara.
Bagi saya, butuh orang berhati ikhlas dan berjiwa mulia untuk bisa memberi keteladanan demikian.
Kedua, yang spesial itu ialah Muktamar Ke-1 NWDI di Pancor yang dibuka oleh Presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo. Meski virtual, pembukaan Muktamar Perdana ini tetap spesial. Karena dalam sejarah, ini kali pertama Muktamar dibuka oleh orang nomor satu di republik ini.
Kesedian Bapak Presiden untuk membuka Muktamar Perdana ini, memantulkan penegasan bahwa NWDI memiliki posisi yang spesial dalam draf Tugas Kenegaraan Presiden. NWDI memiliki posisi tawar di tingkat Nasional seperti ormas NU atau Muhammadiyah yang berpusat di jantung ibu kota.
Tentu, posisi tawar ini tidak lepas dari pengaruh Maulana Syekh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahlawan Nasional asal NTB dan Syekhona TGB yang muncul sebagai tokoh nasional, yang buah pikirnya juga diperhitungkan. Sehat selalu Bapak Presiden dan Syekhona TGB. Amiin.
Selain Presiden, yang ikut berpartisipasi dan sebagai pembicara langsung, yakni Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Bapak Sandiaga Salahuddin Uno, dengan tema “Kebijakan Pengembangan Kawasan Wisata Halal untuk Indonesia Maju.
Ketiga, perihal spesial berikutnya ialah penegasan Rais Am Dewan Mustasyar PB NWDI yakni, almukarram TGH. Yusuf Makmun, terkait Hak Cipta yang tidak boleh diubah. Beliau menegaskan, bahwa apa-apa yang menjadi ketetapan al-Magfurulah tidak boleh diganti.
Almukarram mencotohkan seperti kalimat bacaan pada “Asma Dasar” atau pada bacaan fatihah-fatihah Hizib Nahdlatul Wathan. “Al-Fansyauri jangan diubah dengan al-Anfanani, atau kalau ada kalimat sebaliknya.” Kata Tuan Guru Yusuf. Untuk itu jangan ikut-ikutan merubah seperti orang yang tidak faham, tambahnya.
Perkara terakhir ini menjadi spesial bagi saya, karena disampaikan pada forum tertinggi organisasi yakni Muktamar. Di mana para pengurus dari berbagai penjuru tanah air dan bahkan luar negeri sedang menyaksikan. Sehingga dari sini lahir ada kesamaan pemahaman bagi Nahdliyyin.
Di sisi lain, penegasan Amid MDQH Pancor ini, juga menjadi jawaban utuh bagi sebagian orang yang belum mengerti. Dan bukti lain akan kespesialan masalah “Hak Cipta” ini, adalah tidak menunggu hitungan jam sudah viral di media sosial. Bahkan, ada sebagian orang yang sengaja menandai saja di facebook dan meng-inbook.
Saya kira niatnya silaturrahim dan sebatas komunikasi biasa, tapi ternyata ujung-ujungnya menjastis Amid MDQH sebagai sosok yang plin-plan. Wa Allah A’lam! Dengan maksud tidak mau berdebat, saya pun mengomentari sekadarnya saja.
Bagi saya, sekarang bukan masanya untuk “berdebat kusir”, karena sudah punya kendaraan perjuangan masing-masing, untuk mensukseskan visi besar al-Magfurulah Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Wa Allah A’lam’
Bilekere, 1 Februari 2022 M.